Wajah Jenazah Dipenuhi Kutu
AkuIslam.ID - "Sesungguhnya orang-orang kafir sesudah beriman, kemudian bertambah kekafirannya, sekali-kali tidak akan diterima taubatnya; dan mereka itulah orang-orang yang sesat." (lihat Q.S. Ali 'Imran: 90).
Akidah bukanlah barang yang bisa digadaikan atau dinilai dengan sejumlah uang. Apa jadinya apabila milik manusia yang paling hakiki itu sudah sama posisinya dengan harta, tahta atau cinta. Tak ada lagi identitas keimanan tempat bersemayamnya keyakinan. Yang ada hanyalah nafsu yang membungkus makna cinta.
Akhirnya, semua itu akan menjerumuskan manusia yang tidak kokoh memegang akidahnya, sebagaimana kisah nyata berikut ini. Nama-nama tokoh dalam cerita ini terpaksa kami samarkan untuk menjaga nama baik keluarganya.
MEMPERMAINKAN AGAMA ATAS NAMA CINTA
Potret keluarga Ibu Imas, penjual sayur di daerah Jawa Barat, menjadi tamsil betapa susahnya menghidupi anak yang banyak dengan ekonomi yang pas-pasan. Ibu Imas harus merelakan Nilam, anak ketiga, hasil perkawinannya dengan Pak Wirya, seorang buruh harian, untuk diasuh oleh Ibu Hartati, kakaknya yang tertua.
Himpitan ekonomi keluarga membuat Nilam yang masih berumur tujuh tahun harus berpisah dengan kelima saudara kandungnya.
Perhatian dan kasih sayang Ibu Hartati kepada Nilam tidak dibedakan dengan dua anaknya yang lain. Nilam sudah dianggapnya anak sendiri. Pendidikan dan kebutuhan keseharian Nilam selalu tercukupi. Bahkan, ibu Hartati yang berprofesi sebagai Sinden, kerap kali mengajaknya serta kalau sedang ada pertunjukan bersama grup Degungnya. Sebab, kedua anaknya tidak memiliki ketertarikan sama sekali dengan profesi yang digeluti ibunya.
Waktu terus bergulit. Tidak terasa Nila sudah duduk dikelas dua SMU. Ibunya yang tak lagi muda, memerlukan bantuannya untuk berjualan sayur. Berat sebenarnya Ibu Hartati melepas kepergiannya. Tapi mau bagaimana lagi, Nilam adalah anak kandung adiknya yang tak bisa dimiliki sepenuhnya, Meski demikian, ia masih bersedia membiayai pendidikannya sampai lulus dari SMU.
Ikatan batin yang sudah terjalin, tidak bisa begitu saja hilang antara Nilam dengan ibu angkatnya. Penggalan alur hidup telah mematri rasa kasih dan sayang dalam hati keduanya. Nilam masih kerap berkunjung dan menemani ibu angkatnya yang masihs etia dengan pekerjaannya.
Sampai suatu ketika, tanpa sengaja Nilam bertemu dengan Eric, seorang pemuda kelahiran Bandung berdarah Belanda yang sedang menikmati pertunjukan Degung. Kuatnya desiran cinta membuat mereka akrab dan berjanji untuk menjalin kasih.
Kedekatan yang terjalin antara Nilam dan Eric mendapat tentangan keras dari salah satu keluarga. Pak Wirya, ayah Nilam, orang yang paling keras meminta hubungan mereka di akhiri. Penyebab utamanya tak lain adalah perbedaan agama.
Sayang, Dewa Amor telah terlalu kuat menancapkan panah asmaranya. Baik Nilam maupun Eric tidak sedikit pun bergeming menghadapi protes kanan-kiri. Bahkan, hubungan mereka semakin erat dan semakin sulit untuk dipisahkan. Upaya Eric menyakinkan orang tua Nilam tentang ketulusan cintanya, nihil. Kemelut semakin seru dan belum juga mendapatkan titik terang. Masing-masing pihak keras kepala dan tidak mau mengalah.
"Kami, para tetangga, sudah bosan mendengar keributan keluarga mereka. Hampir semua orang tahu duduk masalahnya. Tapi mau bagaimana lagi? Masalah tidak akan selesai sampai kapan pun, kalau semua keras kepala!" jelas Ibu Cicih prihatin.
Sang waktu akhirnya memberi tanda adanya titik terang. Eric datang bersama ayahnya, Pak James, ke rumah Nilam. Sebagai kepala rumah tangga, Pak James mengutarakan niat puteranya untuk serius menikahi pujaan hatinya. Ia pun menyatakan rela kalau Eric harus pindah agam (Islam) sebagai syarat pernikahannya.
Kekerasan hati yang cukup beralasan dari keluarga Nilam luntur sudah. Ikrar Eric yang bersumpah untuk memeluk Islam menjadi kuncu pembuka hubungan yang lebih mesra antara dua keluarga. Maka, putuslah belenggu cinta yang memasung kisah-kisah dua anak manusia itu.
"Suaminya Nilam itu tinggi besar. Hidungnya mancung. Katanya sih masih ada keturunan orang bule (Belanda)," ujar Ibu Cicih yang masih punya ikatan darah dengan keluarga Nilam.
Menakar hati seseorang adalah pekerjaan mustahil. Ternyata, kepindahan agama Eric hanyalah kedok semata. Atas nama cinta, masalah keyakinan telah disepelekan. "Waktu kawin, memang suaminya itu berjanji akan masuk Islam. Akan tetapi beberapa tahun kemudian, ia kembali ke agama semula dan memaksa isteri serta anaknya mengikuti jejaknya," ungkap Ibu Cicih menambahkan.
Selama beberapa bulan tinggal keluarga Nilam, perilaku Erik sama sekali tidak mencerminkan seorang muslim yang baik. ia terkesan tidak mempunyai niatan untuk benar-benar memahami ajaran Islam.
"Ibu Imas pernah cerita, Selama beberapa bulan tinggal serumah, menantunya itu nggak pernah mau shalat. Pak Wirya sampai jengkel menyuruhnya! Alasannya selalu macam-macam. Ibu Imas dan suaminya sempat curiga kalau Eric nggak benar-benar pindah agama. Mereka berdua tambah kesal, karena anaknya, Nilam selalu membelanya," Cerita Ibu Cicih mengutip keterangan dari Ibu Imas.
ANAK DAN KEYAKINAN BAR
Nilam merupakan tipe wanita yang patuh kepada suami. Ia tidak menolak tatkala diajak pindah ke rumah mertuanya yang berada di Bandung. Sebab, kakak suaminya yang sudah berkeluarga dan biasa menemani ayah dan ibu mertuanya, tidak lagi tinggal di sana.
Kesunyian keluarga Eric dari canda tawa anak-anak, terhapus sudah. Nilam dan Eric telah menghadirkan keceriaan dengan dua anak sebagai lambang cintanya. Pak James, pensiunan sebuah lembaha konsultan pertambangan, menjadi orang yang paling bahagia. Rangkaian hari-harinya banyak dihabiskan untuk bermain atau pergi ke pusat rekreasi bersama kedua cucunya itu.
Situasi berbeda terjadi di keluarga Nilam. Ibu Imas dan suaminya malah diliputi kesedihan yang mendalam. Bagaimana tidak, sejak Nilam tinggal di rumah mertuanya, ia tidak lagi menyempatkan diri untuk menjenguk mereka. Sekalipun pulang, Nilam tidak sekali pun membawa serta anak-anaknya. Ia beralasan kalau anak-anaknya sedang diajak pergi kakeknya atau seribu alasan lainnya.
Praktis, ibu dan bapaknya hanya sempat melihat kedua cucunya saat Nilam melahirkan di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung. Teganya lagi, Nilam melarang orang tuanya yang ingin datang ke rumah mertuanya.
"Saya tidak pernah kenal sama anaknya Ibu Nilam, menurut ibu saya, kelahiran anak pertamanya, setahun kemudian setelah saya. Ibu Nilam itu sebenarnya ramah sama tetangga. Ia mudah dikenali karena rambut keritingnya nggak pernah diikat," ujar Rosyidah yang termasuk saudara sepupu jauh Nilam.
Nilam tidak pernah berterus terang kalau dirinya sudah keluar dari Islam atau murtad. Setiap kali ibunya curiga dan bertanya tentang keyakinannya, ia selalu saja membantah. Bahkan, ia berani bersumpah demi Allah untuk bisa meyakinkan orang tua dan anggota keluarga lainnya.
"Mungkin, kesalahan terbesar Nilam, berbohong kepada ibunya tentang agama barunya itu," duga Ibu Cicih.
Kedua anaknya yang lebihbanyak diasuh keluarga suaminya, nasibnya tidak jauh berbeda. Islam tidak menjadi agama pilihannya.
KEMATIAN SUAMI TERCINTA
Kehidupan memang ibarat panggung sandiwara yang penuh tawa bahagia dan derai air mata. Ikatan kasih "Romeo dan Juliet" dari Bandung ini harus terpisahkan oleh maut. Eric yang sejak lama menderita penyakit liver akut, tak kuasa melawan takdir. Dirinya harus rela berpisah selama-lamanya dengan istri dan anak-anaknya setelah lima hari dirawat di rumah sakit.
Semenjak kematian suaminya, Nilam tak lagi tinggal bersama mertuanya. Ia kembali ke rumah orang tuanya tanpa membawa serta kedua anaknya. Meski demikian, keperluan sehari-hari Nilam masih tetap dipenuhi oleh keluarga suaminya. Mungkin sebagai tanda ucapan terima kasih telah memberikan mereka cucu yang mulai beranjak dewasa.
"Setiap kali ibunya bertanya kenapa anak-anaknya tidak dibawa? Nilam selalu beralasan bahwa kehidupan anak-anaknya akan lebih terjamin selama tinggal bersama mertuanya," cerita Ibu Cicih yang sehari-hari menjadi ibu rumah tangga.
Berbagai pertanyaan seputar keanehan perilaku Nilam, terus saja menggelayuti pikiran Ibu Imas. Ia menilai ada sesuatu yang telah disembunyikan anaknya. Namun, sumpah anaknya telah meredam segala keingintahuannya. Selain itu, ia juga coba menjaga perasaan anaknya yang baru saja ditinggal mati suaminya. Ia hanya bisa menghibur dan meminta anaknya untuk berserah diri kepada Allah swt. atas cobaan yang sedang dideritanya.
Ketidaksiapan menghadapi cobaan hidup (stress) membuat Nilam berubah. Ia lebih banyak mengurung diri di kamar dan tidak mau bersosialisasi lagi dengan tetangga sekitar. Nasehat-nasehat ibunya tak mampu lagi memberikan spirit. Kepergian sang suami benar-benar membuat mentalnya rapuh. Bahkan, kehadiran buah cinta mereka pun tak banyak membantu. Kondisi itulah yang membuat tubuhnya rapuh dan terserang berbagai penyakit.
Nilam yang hitam manis hanya bisa terbaring lemah tak berdaya. Penyakit TBC (Tuberculosis) yang menurun dari bapaknya, semakin leluasa menggerogoti tubuhnya. Segala cara telah ditempuh Ibu Imas sekeluarga, mulai membawanya ke dokter sampai mendatangi ahli pengobatan alternatif. Tapi upaya itu tidak juag membawa angin kesembuhan bagi Nilam.
Setiap ibunya memberikan air yang sudah dibacakan ayat-ayat al-Qur'an, Nilam selalu saja menolak. Terlebih bila ibunya menuntunnya membaca istighfar. Ia langsung memalingkan wajah seolah-olah tidak ingin mendengarnya. Matanya terpejam seperti menyembunyikan sesuatu. Saat orang-orang yang menjenguknya memaksanya untuk mengucapkan kalimat tahlil, ia tetap diam seribu bahasa.
Ibu Cicih yang pernah menjenguknya sempat bertanya, "Kamu itu sakit apa?"
Nilam hanya menjawab, "Tidak apa-apa kok!" sambil menutupi wajahnya dengan bantal.
Tabir Rahasia akhirnya terkuak. Kedua anaknya yang beberapa kali menjenguk, memberitahukan kondisi ibunya kepada kakeknya dari pihak ayahnya. Tidak berapa lama kemudian, Pak James datang. Ia begitu terenyuh melihat menantunya dalam kondisi memprihatinkan. Tak ingin memperpanjang kebohongan, Pak James lalu menjelaskan kalau Nilam sudah tidak memeluk agama Islam. Kontan, seluruh keluarga Nilam kaget. ternyata, dugaan mereka selama ini benar.
Pak James lalu meminta izin untuk merawat Nilam di rumahnya. Kondisi Nilam yang sudah kritis hanya membuatnya bertahan selama tiga hari. Ia tidak bisa melawan kehendak takdir untuk menyudahi hidupnya di dunia.
KELUAR KUTU
Tak seperti prosesi penyelenggaraan jenazah dalam Islam, jenazah Nilam hanya dilap dengan air hangat, tanpa perlu dimandikan. Tubuhnya yang terbujur kaku lalu disemayamkan keluarga suaminya di ruang tengah dekat pintu masuk. Meski telah berbeda agama, orang tua, kakak, adik dan kerabat Nilam tetap datang untuk melihat terakhir kali.
Jenazah Nilam disemayamkan selama satu hari di rumah duka. Esok harinya suasana haru yang menyelimuti kediaman pak James mendadak berubah. Para pentakziah yang ingin melihat wajah Nilam kaget bukan kepalang. ketika kain penutup disibak, wajah Nilam yang tampak hitam dengan rambut keriting tergerai, sudah dipenuhi kutu rambut. Siapa pun orang yang melihatnya pasti akan merinding.
Lubang pori-pori kepala, tempat tumbuhnya rambut, semakin lama terlihat semakin membesar. Satu-persatu kutu-kutu itu mulai keluar. Jumlahnya bertambah banyak. kemudian, secara bergerombol kutu-kutu itu berjalan memenuhi sekitar dahi dan mata jenazah. Astagfirulllah hal 'Adzim.
"Waktu tahu Nilam meninggal, saya langsung berangkat takziah bersama dua kakaknya sambil membawa anak saya yang paling bungsu. Nah, esok harinya saya ke sana lagi dan melihat keanehan itu," kenang Ibu Cicih.
Pak James lalu menyuruh pembantunya membersihkan kutu-kutu itu dengan kain yang sudah dibaluri karbol. Setelah itu, jenazah kembali ditutup dengan kain. Tapi saat ada orang yang melayat dan membuka kembali kain penutup, wajah jenazah sudah kembali dipenuhi kutu-kutu. Kejadian itu terus berulang-ulang.
Kedua anak Nilam yang masih duduk di kelas satu dan tiga SMU, tak percaya dengan derita yang dialami ibunya. Mereka hanya bisa menangis dan memeluk kakeknya sambil meminta jenazah ibunya cepat-cepat dikuburkan.
Demikian berat derita yang harus dialami Nilam. Mudah-mudahan kejadian yang menimpanya bisa menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Amin.
![]() |
Ilustrasi |
Akidah bukanlah barang yang bisa digadaikan atau dinilai dengan sejumlah uang. Apa jadinya apabila milik manusia yang paling hakiki itu sudah sama posisinya dengan harta, tahta atau cinta. Tak ada lagi identitas keimanan tempat bersemayamnya keyakinan. Yang ada hanyalah nafsu yang membungkus makna cinta.
Akhirnya, semua itu akan menjerumuskan manusia yang tidak kokoh memegang akidahnya, sebagaimana kisah nyata berikut ini. Nama-nama tokoh dalam cerita ini terpaksa kami samarkan untuk menjaga nama baik keluarganya.
MEMPERMAINKAN AGAMA ATAS NAMA CINTA
Potret keluarga Ibu Imas, penjual sayur di daerah Jawa Barat, menjadi tamsil betapa susahnya menghidupi anak yang banyak dengan ekonomi yang pas-pasan. Ibu Imas harus merelakan Nilam, anak ketiga, hasil perkawinannya dengan Pak Wirya, seorang buruh harian, untuk diasuh oleh Ibu Hartati, kakaknya yang tertua.
Himpitan ekonomi keluarga membuat Nilam yang masih berumur tujuh tahun harus berpisah dengan kelima saudara kandungnya.
Perhatian dan kasih sayang Ibu Hartati kepada Nilam tidak dibedakan dengan dua anaknya yang lain. Nilam sudah dianggapnya anak sendiri. Pendidikan dan kebutuhan keseharian Nilam selalu tercukupi. Bahkan, ibu Hartati yang berprofesi sebagai Sinden, kerap kali mengajaknya serta kalau sedang ada pertunjukan bersama grup Degungnya. Sebab, kedua anaknya tidak memiliki ketertarikan sama sekali dengan profesi yang digeluti ibunya.
Waktu terus bergulit. Tidak terasa Nila sudah duduk dikelas dua SMU. Ibunya yang tak lagi muda, memerlukan bantuannya untuk berjualan sayur. Berat sebenarnya Ibu Hartati melepas kepergiannya. Tapi mau bagaimana lagi, Nilam adalah anak kandung adiknya yang tak bisa dimiliki sepenuhnya, Meski demikian, ia masih bersedia membiayai pendidikannya sampai lulus dari SMU.
Ikatan batin yang sudah terjalin, tidak bisa begitu saja hilang antara Nilam dengan ibu angkatnya. Penggalan alur hidup telah mematri rasa kasih dan sayang dalam hati keduanya. Nilam masih kerap berkunjung dan menemani ibu angkatnya yang masihs etia dengan pekerjaannya.
Sampai suatu ketika, tanpa sengaja Nilam bertemu dengan Eric, seorang pemuda kelahiran Bandung berdarah Belanda yang sedang menikmati pertunjukan Degung. Kuatnya desiran cinta membuat mereka akrab dan berjanji untuk menjalin kasih.
Kedekatan yang terjalin antara Nilam dan Eric mendapat tentangan keras dari salah satu keluarga. Pak Wirya, ayah Nilam, orang yang paling keras meminta hubungan mereka di akhiri. Penyebab utamanya tak lain adalah perbedaan agama.
Sayang, Dewa Amor telah terlalu kuat menancapkan panah asmaranya. Baik Nilam maupun Eric tidak sedikit pun bergeming menghadapi protes kanan-kiri. Bahkan, hubungan mereka semakin erat dan semakin sulit untuk dipisahkan. Upaya Eric menyakinkan orang tua Nilam tentang ketulusan cintanya, nihil. Kemelut semakin seru dan belum juga mendapatkan titik terang. Masing-masing pihak keras kepala dan tidak mau mengalah.
"Kami, para tetangga, sudah bosan mendengar keributan keluarga mereka. Hampir semua orang tahu duduk masalahnya. Tapi mau bagaimana lagi? Masalah tidak akan selesai sampai kapan pun, kalau semua keras kepala!" jelas Ibu Cicih prihatin.
Sang waktu akhirnya memberi tanda adanya titik terang. Eric datang bersama ayahnya, Pak James, ke rumah Nilam. Sebagai kepala rumah tangga, Pak James mengutarakan niat puteranya untuk serius menikahi pujaan hatinya. Ia pun menyatakan rela kalau Eric harus pindah agam (Islam) sebagai syarat pernikahannya.
Kekerasan hati yang cukup beralasan dari keluarga Nilam luntur sudah. Ikrar Eric yang bersumpah untuk memeluk Islam menjadi kuncu pembuka hubungan yang lebih mesra antara dua keluarga. Maka, putuslah belenggu cinta yang memasung kisah-kisah dua anak manusia itu.
"Suaminya Nilam itu tinggi besar. Hidungnya mancung. Katanya sih masih ada keturunan orang bule (Belanda)," ujar Ibu Cicih yang masih punya ikatan darah dengan keluarga Nilam.
Menakar hati seseorang adalah pekerjaan mustahil. Ternyata, kepindahan agama Eric hanyalah kedok semata. Atas nama cinta, masalah keyakinan telah disepelekan. "Waktu kawin, memang suaminya itu berjanji akan masuk Islam. Akan tetapi beberapa tahun kemudian, ia kembali ke agama semula dan memaksa isteri serta anaknya mengikuti jejaknya," ungkap Ibu Cicih menambahkan.
Selama beberapa bulan tinggal keluarga Nilam, perilaku Erik sama sekali tidak mencerminkan seorang muslim yang baik. ia terkesan tidak mempunyai niatan untuk benar-benar memahami ajaran Islam.
"Ibu Imas pernah cerita, Selama beberapa bulan tinggal serumah, menantunya itu nggak pernah mau shalat. Pak Wirya sampai jengkel menyuruhnya! Alasannya selalu macam-macam. Ibu Imas dan suaminya sempat curiga kalau Eric nggak benar-benar pindah agama. Mereka berdua tambah kesal, karena anaknya, Nilam selalu membelanya," Cerita Ibu Cicih mengutip keterangan dari Ibu Imas.
ANAK DAN KEYAKINAN BAR
Nilam merupakan tipe wanita yang patuh kepada suami. Ia tidak menolak tatkala diajak pindah ke rumah mertuanya yang berada di Bandung. Sebab, kakak suaminya yang sudah berkeluarga dan biasa menemani ayah dan ibu mertuanya, tidak lagi tinggal di sana.
Kesunyian keluarga Eric dari canda tawa anak-anak, terhapus sudah. Nilam dan Eric telah menghadirkan keceriaan dengan dua anak sebagai lambang cintanya. Pak James, pensiunan sebuah lembaha konsultan pertambangan, menjadi orang yang paling bahagia. Rangkaian hari-harinya banyak dihabiskan untuk bermain atau pergi ke pusat rekreasi bersama kedua cucunya itu.
Situasi berbeda terjadi di keluarga Nilam. Ibu Imas dan suaminya malah diliputi kesedihan yang mendalam. Bagaimana tidak, sejak Nilam tinggal di rumah mertuanya, ia tidak lagi menyempatkan diri untuk menjenguk mereka. Sekalipun pulang, Nilam tidak sekali pun membawa serta anak-anaknya. Ia beralasan kalau anak-anaknya sedang diajak pergi kakeknya atau seribu alasan lainnya.
Praktis, ibu dan bapaknya hanya sempat melihat kedua cucunya saat Nilam melahirkan di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung. Teganya lagi, Nilam melarang orang tuanya yang ingin datang ke rumah mertuanya.
"Saya tidak pernah kenal sama anaknya Ibu Nilam, menurut ibu saya, kelahiran anak pertamanya, setahun kemudian setelah saya. Ibu Nilam itu sebenarnya ramah sama tetangga. Ia mudah dikenali karena rambut keritingnya nggak pernah diikat," ujar Rosyidah yang termasuk saudara sepupu jauh Nilam.
Nilam tidak pernah berterus terang kalau dirinya sudah keluar dari Islam atau murtad. Setiap kali ibunya curiga dan bertanya tentang keyakinannya, ia selalu saja membantah. Bahkan, ia berani bersumpah demi Allah untuk bisa meyakinkan orang tua dan anggota keluarga lainnya.
"Mungkin, kesalahan terbesar Nilam, berbohong kepada ibunya tentang agama barunya itu," duga Ibu Cicih.
Kedua anaknya yang lebihbanyak diasuh keluarga suaminya, nasibnya tidak jauh berbeda. Islam tidak menjadi agama pilihannya.
KEMATIAN SUAMI TERCINTA
Kehidupan memang ibarat panggung sandiwara yang penuh tawa bahagia dan derai air mata. Ikatan kasih "Romeo dan Juliet" dari Bandung ini harus terpisahkan oleh maut. Eric yang sejak lama menderita penyakit liver akut, tak kuasa melawan takdir. Dirinya harus rela berpisah selama-lamanya dengan istri dan anak-anaknya setelah lima hari dirawat di rumah sakit.
Semenjak kematian suaminya, Nilam tak lagi tinggal bersama mertuanya. Ia kembali ke rumah orang tuanya tanpa membawa serta kedua anaknya. Meski demikian, keperluan sehari-hari Nilam masih tetap dipenuhi oleh keluarga suaminya. Mungkin sebagai tanda ucapan terima kasih telah memberikan mereka cucu yang mulai beranjak dewasa.
"Setiap kali ibunya bertanya kenapa anak-anaknya tidak dibawa? Nilam selalu beralasan bahwa kehidupan anak-anaknya akan lebih terjamin selama tinggal bersama mertuanya," cerita Ibu Cicih yang sehari-hari menjadi ibu rumah tangga.
Berbagai pertanyaan seputar keanehan perilaku Nilam, terus saja menggelayuti pikiran Ibu Imas. Ia menilai ada sesuatu yang telah disembunyikan anaknya. Namun, sumpah anaknya telah meredam segala keingintahuannya. Selain itu, ia juga coba menjaga perasaan anaknya yang baru saja ditinggal mati suaminya. Ia hanya bisa menghibur dan meminta anaknya untuk berserah diri kepada Allah swt. atas cobaan yang sedang dideritanya.
Ketidaksiapan menghadapi cobaan hidup (stress) membuat Nilam berubah. Ia lebih banyak mengurung diri di kamar dan tidak mau bersosialisasi lagi dengan tetangga sekitar. Nasehat-nasehat ibunya tak mampu lagi memberikan spirit. Kepergian sang suami benar-benar membuat mentalnya rapuh. Bahkan, kehadiran buah cinta mereka pun tak banyak membantu. Kondisi itulah yang membuat tubuhnya rapuh dan terserang berbagai penyakit.
Nilam yang hitam manis hanya bisa terbaring lemah tak berdaya. Penyakit TBC (Tuberculosis) yang menurun dari bapaknya, semakin leluasa menggerogoti tubuhnya. Segala cara telah ditempuh Ibu Imas sekeluarga, mulai membawanya ke dokter sampai mendatangi ahli pengobatan alternatif. Tapi upaya itu tidak juag membawa angin kesembuhan bagi Nilam.
Setiap ibunya memberikan air yang sudah dibacakan ayat-ayat al-Qur'an, Nilam selalu saja menolak. Terlebih bila ibunya menuntunnya membaca istighfar. Ia langsung memalingkan wajah seolah-olah tidak ingin mendengarnya. Matanya terpejam seperti menyembunyikan sesuatu. Saat orang-orang yang menjenguknya memaksanya untuk mengucapkan kalimat tahlil, ia tetap diam seribu bahasa.
Ibu Cicih yang pernah menjenguknya sempat bertanya, "Kamu itu sakit apa?"
Nilam hanya menjawab, "Tidak apa-apa kok!" sambil menutupi wajahnya dengan bantal.
Tabir Rahasia akhirnya terkuak. Kedua anaknya yang beberapa kali menjenguk, memberitahukan kondisi ibunya kepada kakeknya dari pihak ayahnya. Tidak berapa lama kemudian, Pak James datang. Ia begitu terenyuh melihat menantunya dalam kondisi memprihatinkan. Tak ingin memperpanjang kebohongan, Pak James lalu menjelaskan kalau Nilam sudah tidak memeluk agama Islam. Kontan, seluruh keluarga Nilam kaget. ternyata, dugaan mereka selama ini benar.
Pak James lalu meminta izin untuk merawat Nilam di rumahnya. Kondisi Nilam yang sudah kritis hanya membuatnya bertahan selama tiga hari. Ia tidak bisa melawan kehendak takdir untuk menyudahi hidupnya di dunia.
KELUAR KUTU
Tak seperti prosesi penyelenggaraan jenazah dalam Islam, jenazah Nilam hanya dilap dengan air hangat, tanpa perlu dimandikan. Tubuhnya yang terbujur kaku lalu disemayamkan keluarga suaminya di ruang tengah dekat pintu masuk. Meski telah berbeda agama, orang tua, kakak, adik dan kerabat Nilam tetap datang untuk melihat terakhir kali.
Jenazah Nilam disemayamkan selama satu hari di rumah duka. Esok harinya suasana haru yang menyelimuti kediaman pak James mendadak berubah. Para pentakziah yang ingin melihat wajah Nilam kaget bukan kepalang. ketika kain penutup disibak, wajah Nilam yang tampak hitam dengan rambut keriting tergerai, sudah dipenuhi kutu rambut. Siapa pun orang yang melihatnya pasti akan merinding.
Lubang pori-pori kepala, tempat tumbuhnya rambut, semakin lama terlihat semakin membesar. Satu-persatu kutu-kutu itu mulai keluar. Jumlahnya bertambah banyak. kemudian, secara bergerombol kutu-kutu itu berjalan memenuhi sekitar dahi dan mata jenazah. Astagfirulllah hal 'Adzim.
"Waktu tahu Nilam meninggal, saya langsung berangkat takziah bersama dua kakaknya sambil membawa anak saya yang paling bungsu. Nah, esok harinya saya ke sana lagi dan melihat keanehan itu," kenang Ibu Cicih.
Pak James lalu menyuruh pembantunya membersihkan kutu-kutu itu dengan kain yang sudah dibaluri karbol. Setelah itu, jenazah kembali ditutup dengan kain. Tapi saat ada orang yang melayat dan membuka kembali kain penutup, wajah jenazah sudah kembali dipenuhi kutu-kutu. Kejadian itu terus berulang-ulang.
Kedua anak Nilam yang masih duduk di kelas satu dan tiga SMU, tak percaya dengan derita yang dialami ibunya. Mereka hanya bisa menangis dan memeluk kakeknya sambil meminta jenazah ibunya cepat-cepat dikuburkan.
Demikian berat derita yang harus dialami Nilam. Mudah-mudahan kejadian yang menimpanya bisa menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Amin.
Astaghfirullaahalazhim.
ReplyDeleteInna lillaahi,wa Inna ilaihi roji,un